MK Tolak Gugatan PPP, Golkar Tetap 2 Kursi di Dapil 1 Pasangkayu

MK Tolak Gugatan PPP, Golkar Tetap 2 Kursi di Dapil 1 Pasangkayu
Suasana sidang sengketa PHPU di ruang persidangan MK. Foto: Dok. MK RI

Jakarta, SULBARKINI.com – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan perkara nomor 75-01-17-30/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 yang diajukan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) DPRD Kabupaten Pasangkayu Daerah Pemilihan (Dapil) 1 Pasangkayu.

Pada sidang pengucapan putusan/ketetapan PHPU yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo, hakim MK menilai petitum yang disampaikan PPP tidak logis karena jika dikabulkan berakibat pada batalnya seluruh penetapan hasil pemilu sebagaimana dimuat dalam Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu Secara Nasional.

“Dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno Gedung 1 MK, Jakarta, Rabu (22/5/2024).

Dalam pertimbangan hukum MK, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menjelaskan, Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2023 menentukan permohonan memuat uraian yang jelas mengenai kesalahan hasil perolehan suara yang ditetapkan termohon atau KPU dan hasil perolehan suara yang benar menurut pemohon serta memuat permintaan untuk membatalkan penetapan hasil perolehan suara yang ditetapkan termohon dan menetapkan hasil perolehan suara yang benar menurut pemohon.

Baca Juga:  Ditunggu-tunggu Media Siber, AMSI Temui Dewan Pers Pertanyakan Kelanjutan Regulasi Publisher Rights

“Berkenaan dengan hal tersebut, permohonan pemohon telah ternyata tidak memuat hal-hal sebagaimana yang dimaksudkan dalam ketentuan tersebut,” ungkap Guntur Hamzah.

Dia menambahkan, pemohon dalam petitumnya meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 260 Tahun 2024 tanpa menyebutkan kata “sepanjang” yang dimaksudkan adalah dapil yang didalilkan yaitu in casu Pasangkayu 1.

Menurut MK, petitum yang tidak mencantumkan kata “sepanjang” dapil yang dipersoalkan juga menjadi petitum yang tidak logis karena apabila dikabulkan akan mengakibatkan keputusan KPU dimaksud dibatalkan secara keseluruhan.

Selain itu, terdapat pula ketidaksesuaian antara petitum yang satu dan petitum lainnya. Pada petitum angka 3 pemohon memohon agar dilakukan pencermatan, sementara pada petitum angka 4 pemohon memohon pemungutan suara ulang (PSU).

“Petitum demikian adalah bersifat kontradiktif karena yang benar seharusnya dirumuskan secara alternatif, sebab keduanya merupakan peristiwa hukum yang berdiri sendiri atau tidak bisa digabung. Artinya, petitum pemohon demikian mengandung ambigu dan bersifat contradictio in terminis, sehingga Mahkamah tidak mungkin dapat memenuhi kedua permohonan yang saling bertentangan tersebut secara bersamaan,” jelas Guntur.

Baca Juga:  Pimpin Pembukaan Masa Sidang, Ryan : DPRD Periode Ini Dapat Melahirkan Perda Yang Berkualitas?

Sebelumnya, pemohon mempersoalkan adanya pemilih yang tidak berdomisili di TPS 001 Kelurahan Pasangkayu Kecamatan Pasangkayu Kabupaten Pasangkayu, sehingga berpengaruh pada perolehan kursi DPRD Kabupaten Pasangkayu.

Berdasarkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024, Partai Golkar memperoleh dua kursi dengan menggunakan metode penghitungan Sainte Lague, yaitu kursi kedua dengan penghitungan 4.951 suara dibagi 3 sama dengan 1.650 suara, sedangkan PPP untuk kursi kesatu memperoleh suara sebanyak 1.637 suara.

Dengan demikian, selisih 13 suara antara kursi kesatu PPP dan kursi kedua Partai Golkar. Menurut pemohon, selisih perolehan suara adanya pemilih dari Daftar Pemilih Khusus (DPK) dan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) yang sebenarnya tidak memenuhi unsur sebagai DPK dan DPTb.

Hal tersebut, kata pemohon, sangat merugikannya karena melanggar ketentuan pasal 532 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

(Humas MK RI)