News  

Anggota Komisi IV DPR RI Suhardi Duka: Produksi Beras Nasional Masih Bermasalah

Ditugaskan Partai Demokrat Maju di Pilgub Sulbar, SDK: Bisa Cagub, Bisa Cawagub
Suhardi Duka (SDK). Foto: Istimewa

SULBARKINI.com – Anggota Komisi IV DPR RI, Suhardi Duka, mengungkapkan bahwa produksi beras nasional pada tahun 2024 dan 2025 masih akan mengalami defisit. Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Badan Pangan Nasional yang diselenggarakan pada Senin (10/6/2024), Suhardi menekankan pentingnya berbagai faktor yang mempengaruhi produksi pangan, termasuk luas areal tanam, infrastruktur, benih unggul, teknologi, alat mesin pertanian, serta kualitas SDM petani.

Menurutnya, integrasi dan koordinasi yang baik antara faktor-faktor tersebut dan pemangku kebijakan sangat krusial untuk mencapai kemandirian pangan.

“Persoalan pangan pada tahun 2024-2025 masih defisit. Ketersediaan pangan sangat ditentukan oleh beberapa faktor seperti luas areal tanam, infrastruktur yang baik, benih yang unggul, teknologi, alat mesin pertanian, dan SDM petani. Kemudian ditunjang oleh logistik dan pasar yang sehat. Jika semua itu dapat dibenahi secara menyeluruh, kemandirian pangan dapat kita capai. Badan Pangan Nasional harus dapat mengintegrasikan faktor-faktor tersebut dan mengkoordinasikan dengan pemangku kebijakan terkait,” ujar Suhardi Duka

Baca Juga:  Ribuan Massa Sambut SDK-JSM, Syamsuddin Hatta Sampaikan Permintaan Maaf ke Masyarakat Pengguna Jalan

Dalam kesempatan yang sama, Suhardi juga menyampaikan dukungannya kepada Badan Pangan Nasional atas kebijakan kenaikan Harga Pokok Produksi (HPP) Gabah dan Beras melalui Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 4 Tahun 2024. Ia menilai kebijakan ini telah mampu menyesuaikan kebutuhan pasar.

Namun, Suhardi mempertanyakan kemampuan BULOG dalam menyerap produksi gabah dan beras dari petani setelah kenaikan HPP tersebut, mengingat keterbatasan anggaran dan kapasitas gudang yang dimiliki BULOG.

“Kebijakan Badan Pangan mengatur kenaikan HPP Gabah dan Beras itu sudah mampu menyesuaikan kebutuhan pasar. Persoalannya, apakah BULOG mampu menyerap produksi yang ada di petani dan penggiling? Jika HPP sudah bagus, saya kira petani bisa bermitra dengan BULOG. Persoalannya, BULOG masih harus membenahi ketersediaan anggaran dan ketersediaan gudang. Jika anggaran terbatas dan gudang penuh, maka BULOG tidak mampu lagi menyerap,” jelasnya.

Suhardi juga meminta BULOG agar tidak hanya fokus pada pembelian beras untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP), tetapi juga beras komersial. Ia menilai jika penguasaan beras komersial sepenuhnya oleh swasta, maka pemerintah akan kesulitan mengendalikan inflasi.

Baca Juga:  Mingkail Ditemuan Tewas, Mayatnya Terseret Arus Sejauh 6 Kilometer

“Saya meminta BULOG agar tidak hanya membeli beras CBP, tetapi juga beras komersial. Apabila beras dikendalikan penuh oleh swasta, akibatnya pemerintahlah yang disibukkan mengendalikan inflasi karena swasta tidak memikirkan inflasi ini. Sebagian besar beras CBP dikonsumsi oleh masyarakat bawah, sementara masyarakat menengah atas mengonsumsi beras komersial. Inilah yang memicu inflasi,” tambahnya.

Suhardi berharap agar proporsi pembelian beras oleh BULOG antara CBP dan beras komersial harus seimbang, sehingga BULOG dapat menjadi pemain utama dalam pasar beras nasional.

“Jangan BULOG membeli beras cadangan pangan 90 persen sementara membeli beras komersial hanya 10 persen. Proporsinya harus seimbang agar BULOG dapat menjadi pemain utama,” tutupnya.

(*)