Penetapan Harga TBS Selalu Bermasalah, Akmal Malik Bakal Sinkronisasi Regulasi Tata Niaga Sawit di Sulbar

Penetapan Harga TBS Selalu Bermasalah, Akmal Malik Bakal Sinkronisasi Regulasi Tata Niaga Sawit di Sulbar
Penetapan Harga TBS Selalu Bermasalah, Akmal Malik Bakal Sinkronisasi Regulasi Tata Niaga Sawit di Sulbar
Penjabat Gubernur Sulbar, Akmal Malik/ist

Sulbar Kini, Mamuju – Penetapan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit masih menjadi problematika yang selalu terjadi di Sulawesi Barat (Sulbar).

Setiap bulan, Dinas Perkebunan Sulbar, organisasi, perwakilan perusahaan dan pekebun berembuk untuk menetapkan kebijakan harga satuan TBS. Namun, setiap bulan pula penetapannya menuai kritik dan ketidakpuasan pekebun. Harga yang ditetapkan selalu dinilai merugikan para pekebun.

Dinas Perkebunan Sulbar kemudian menjadi bulan-bulanan pegiat organisasi dan masyarakat lantaran dinggap lebih memihak kepada perusahaan kelapa sawit.

Guna menyelesaikan persoalan itu, Penjabat Gubernur Sulbar, Akmal Malik mengaku akan segera memperbaiki tata niaga TBS di provinsi ke-33 ini. Rencana itu akan diimplementasikan dengan menjadikan perlindungan pekebun sebagai objek prioritas.

“Usaha perkebunan sawit ini mempengaruhi hajat hidup orang banyak, sehingga sangat dibutuhkan kecermatan yang lebih mendalam,” kata Akmal Malik, Jumat, 17 Juni 2022.

Ia memaparkan, luas areal komoditi perkebunan kelapa sawit di Sulbar tahun 2019 mencapai 152.475 hektare. Areal perkebunan itu mencakup wilayah Kabupaten Mamuju, Mamuju Tengah, dan Pasangkayu. Jumlah terbesar merupakan sawit rakyat atau swadaya masyarakat.

Baca Juga:  Kinerja Lemah, Sejumlah OPD Pemprov Sulbar Bakal Dirampingkan

Merujuk pada luasnya lahan perkebunan swadaya itu, Akmal Malik tergerak untuk memperjuangkan hak pekebun. Khususnya dalam mengatur tata niaga yang tidak hanya menguntungkan perusahaan sawit tapi juga para pekebun.

Menurut Akmal, upaya perbaikan harga TBS dan tata niaga antara pekebun sawit dan industri diatur secara detail dalam Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor: 01/PERMENTAN/KB.120/2018 tentang Pedoman Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun.

Namun, kata dia, beberapa norma yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian itu perlu diselaraskan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Perundangan.

“Kemendagri melalui Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah akan memfasilitasi penyelarasan tersebut,” ungkap Dirjen Otda Kemendari tersebut.

Hal-hal yang harus diatur lebih detil, terkait dengan norma-norma yang menimbulkan multi tafsir antara petani kebun sawit dengan perusahaan pemilik kebun sawit yang selama ini tak kunjung usai dan kerap menjadi polemik.

Baca Juga:  Sukses Gaet Investor, Sulbar Bakal Miliki Pelabuhan dan Tangki Penimbun BBM-LPG

“Polemiknya selalu tentang penetapan harga tandan buah segar sawit yang harus di fasilitasi oleh pemerintah provinsi,” tegas Akmal Malik.

Selain TBS, ia pun menilai perlu mengatur mengenai banyaknya pabrik-pabrik pengolahan kelapa sawit yang tidak memiliki areal perkebunan.

“Banyaknya pabrik pengolahan kelapa sawit yang diduga menimbulkan kompetisi dalam pembelian TBS secara tidak berimbang dari pekebun sawit. Ini harus diatur,” terang Akmal.

Demikian pula penerapan sanksi bagi perusahaan yang membeli TBS di bawah harga yang telah ditetapkan. Objek eksekusinya perlu dikajian lebih mendalam.

“Harus dilakukan kajian mendalam terkait pengaturan harga dan tata niaganya. Mengingat usaha perkebunan sawit ini mempengaruhi hajat hidup orang banyak, sehingga sangat dibutuhkan kecermatan lebih mendalam,” pungkas Akmal. (*rls)